Tinjauan Kritis terhadap Periodisasi Undang-Undang Paten di Indonesia dan Hubungannya dengan Peningkatan Jumlah Paten Domestik

Mercy Marvel

Sari


Penghapusan pengaturan atau penghapusan penyebutan Pemeriksa Paten dari Undang- Undang Paten, tidak perlu dilakukan sebagaimana telah dilakukan pada Naskah RUU Paten. Alasannya, karena Pemeriksa Paten mempunyai tugas utama membantu pemerintah dalam memberikan hak ekslusif paten pada masyarakat yang sesungguhnya mutlak diperlukan dalam Undang-Undang Paten sebagai payung hukum yang kuat. Penghapusan dan perubahan Pasal 51 dan Pasal 1 ayat (8) sangat bertentangan dengan semangat Pemerintah R.I yang justru mendorong lahirnya jabatan fungsional untuk mendukung profesionalisme dan akuntabilitas publik. Indonesia sampai dengan ketiga periodisasi Undang-Undang Patennya saat ini, selama 16 tahun belum mampu meningkatkan jumlah (%) pertumbuhan paten domestik yang didominasi oleh jumlah (%) pertumbuhan paten asing 92,56 %. Oleh karena itu untuk memperkuat Undang-Undang Paten ke depan, diperlukan bangunan Sistem Hukum Hak Kekayaan Intelektual, selain mampu melindungi lebih banyak lagi teknologi paten domestik yang berasal dari industri dalam negeri sendiri, tetapi juga harus dapat mendorong dan lebih mengutamakan kepentingan nasional.


Kata Kunci


Undang-Undang Paten, RUU Paten, Pemeriksa Paten, Paten Domestik tidak signifikan peningkatannya selama 16 tahun

Teks Lengkap:

PDF (English)

Referensi


Laporan Statistik Kantor Paten 2008, menunjukkan dominasi permononan teknologi asing dalam bentuk paten di Tanah Air dari tahun 1991 sampai 2007 mencapai 92,56%. Hal ini berarti dengan sistem Hak Kekayaan Intelektual kita harus dan akan melindungi teknologi asing tersebut 92,56% yang kita gunakan di Tanah Air sendiri.

Romli Atmasasmita, Harian Media Indonesia tanggal 15 Oktober 2007.

Paris Convention For the Protection of Industrial Property 1883 telah direvisi beberapa kali yaitu 1886 di Roma, 1890 dan 1891 di Madrid, 1897 dan 1900 di Brussel, 1911 di Washington, 1925 di Den Haag, 1934 di London, 1958 di Lisbon, dan 1967 di Stocklom.

Perjanjian TRIPs merupakan lampiran IC dari Perjanjian Pendirian WTO yang ditandatangani di Marrakesh, Maroko, 15 April 1994. Sampai saat ini keanggotaan WTO mencapai 132 negara termasuk Indonesia.

Aaron Miller, Repairing the Bayh-Dole Act: A Proposal for Restoring Non-Profit Access to University Science, http://www.bc.edu/bc_org/aw/st_org/iptf/articles/content/20050930.html, hlm.1, September 2005, Akses 5 Desember 2007.

Wendy H. Schacht., Patent Ownership and Federal Research and Development (R & D) : A Discussion pn the Bayh-Dole Act and the Stevenson-Wydler Act,http://www.ncseonline. org/nle/-crsreports/science/st-66.cfm, Akses 15 November 2007.




DOI: https://doi.org/10.29017/LPMGB.42.2.115